Bernostalgia dengan Tetangga Lama

Bersama Sawal

Terik matahari terasa sangat panas menembus jaket forester hitamku di samping jembatan Batua Raya. Seorang pria menggunakan switer bergambar spiderman datang dari arah utara jembatan menghampiri. Dia adalah Muhammad Syawal. Teman sepermainan dan tetangga waktu masih kecil di Luo, Kecamatan Lindu, Palu, Sulawesi Tengah.

Bibir tersenyum lebar saat bertemu. "Lamanya lagi baru kita ketemu. Mari jo kita ke rumah," ucapnya saat bertemu.

Syawal, sapaan akrabnya kemudian mengajak ke rumah keluarganya yang ia tumpangi di Makassar selama kurang lebih satu minggu. Jaraknnya sedikit jauh dari jalan poros Batua Raya. Kira-kira 300 meter.

Setiba di rumah yang dituju, panggilan akrabku sewaktu di kampung kembali terdengar selama kurang lebih tiga tahun saya tidak mendengarnya. "Tinggimu Sudding," kata Om Tahir saat memanggil nama panggilanku sewaktu di kampung lalu.

Panggilan nama tersebut juga keluar dari mulut Mama Dono (ibunya Syawal). "Dari Maros kau Sudding," tanyanya.

"Ye' tidak tante. Orangtua ji di Maros. Kalau saya di Makassar jeka tinggal," jawabku.

Mulailah kami kembali menggali kenangan beberapa tahun lalu. Maklumlah. Kami cukup dekat, karena tetangga.

Orang tuanya Syawal ialah bosnya Ayahku sewaktu di Lindu. Jika kami tidak memiliki uang, kami tinggal datang ke rumahnya minta segala yang dibutuhkan. Nanti ada uang atau sudah panen cokelat baru dilunasi.

Syawal dan Sunarti (kakak perempuannya) juga sangat akrab dengan saya sewaktu kecil. Jika ke sekolah kami sering bersama-sama. Pulang sekolah kami juga kembali bermain bersama. Bermain kelereng, gambar, karet, dan beberapa permainan tradisional lainnya yang mungkin saat ini sudah tidak ada lagi.

Selain itu, kenangan yang masih teringat saat magrib telah berlalu. Hampir tiap malam saya dan keluarga mendatangi rumahnya menonton bareng. Maklum, saat itu, hanya dia yang memiliki mesin pembangkit listrik dan televisi. Jika di rumah, kami masih menggunakan pelita, dan jika tidak pergi menonton, biasanya kami tidur setelah makan malam. sekitar pukul 08 malam.

Setelah lama berbincang membahas masa lalu, saya kemudian mengajak Syawal mengunjungi beberapa tempat yang menjadi ikon Kota Daeng ini. Awalnya, saya mengajak ke Menara Pinisi, tempat saya kuliah. Setelah itu, saya ajak ke Pantai Losari.

Di Pantai Losari, kami sempat mencicipi juice dan beberapa makanan lokal. Setelah itu kami berfoto-foto untuk mengabadikan moment bahwa Syawal pernah berkunjung ke Pantai Losari.

Besok, mereka sudah akan kembali ke Palu. Meskipun pertemuan kami sangat singkat, tetapi banyak memory dan kenangan saat di kampung kembali teringat. Seperti, nama panggilan saya yang sudah saya lupa kembali teringat. Permainan tradisional yang sering kami lakukan bersama yang juga saya sudah lupa. Dan masih banyak lagi.

Semoga kalian tetap dilindungi Allah dalam perjalanan besok dan tiba dengan selamat di Lindu. Aamiin.

signature
Next Post Previous Post