Merespon Positif Virus Corona dengan Rumus E+R=O

KETIKA semua tempat keramaian menjadi sepi. Sekolah dan kampus diliburkan dan diganti dengan belajar daring. Rumah sakit membatasi pengunjung. Karyawan kantoran mulai bekerja di rumah. Masjid menjadi sepi, bahkan untuk melaksanakan salat Jumat pun dilarang.

Semua orang panik, bingung, dan takut. Virus corona sudah begitu dekat dengan kita dan dengan sekejap mengubah tatanan ekonomi, politik, dan pola hidup kita. Semua kembali ke rumah.

Pengguna media sosial kian hari makin gaduh membahas dan memperdebatkan virus corona dan aturan yang dikeluarkan. Hingga ke dunia nyata. Di setiap tempat, orang memperbincangkan virus baru tersebut.

Agenda penting seperti kegiatan di organisasi kemahasiswaan, seminar-seminar, agenda ke luar kota, bahkan jadwal pernikahan pun akhirnya ditunda.

Wajar jika semua orang panik dibuatnya. Informasi yang tersebar di berbagai media massa hampir semua bernarasi negatif dan membuat orang cemas.

Kepanikan ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menjual masker dengan harga yang jauh lebih mahal. 

Ramuan obat pencegah virus ini pun bertebaran di WhatsApp group dan dijual dengan harga yang bermacam-macam.

Melihat semua kejadian tersebut, saya memilih untuk tinggal di rumah dan mengurangi aktivitas di luar rumah. 

Apalagi berinteraksi dengan orang lain, untuk sementara saya kurangi.

Berhubung rumah saya hanya di Maros, sehingga saya pulang sejak pemerintah mengeluarkan maklumat untuk berkeliaran dan sementara tinggal di rumah.

***

Dalam menanggapi wabah ini, saya mencoba menyikapinya dengan menggunakan rumus [E+R=O]. Rumus ini saya dapatkan saat Peace Leadership Class di KITA Bhinneka Tunggal Ika 26 Februari lalu, dan sedang berusaha saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

[E] merupakan event atau peristiwa yang terjadi. Virus corona merupakan stimulus sebuah peristiwa yang terjadi bukan karena keinginan manusia. 

Saya tidak mengetahui dan tidak bisa memprediksi bahwa akan muncul sebuah virus bernama corona seperti yang terjadi sekarang. Sehingga saya tidak bisa menolaknya.

Hal yang saya yakini adalah bahwa virus ini sudah merupakan ketetapan Allah. Segala sesuatu yang muncul dan terjadi adalah atas kehendak-Nya. 

Sebagai hamba, saya hanya bisa menerima dengan awareness.

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya”. 

Jadi saya tidak terlalu khawatir apalagi panik secara berlebihan. Akan tetapi saya tetap berusaha waspada dan berikhtiar.

[R] merupakan respon atau cara saya menyikapi peristiwa tersebut. Stimulus pada dasarnya di luar kontrol karena selalu datang dari luar diri saya. 

Sama halnya virus corona. Virus ini merebak dengan cepat ke penjuru dunia hingga ke pelosok Kota Makassar dan itu semua terjadi di luar kendali tentunya.

Hal yang bisa saya kendalikan hanyalah respon terhadap virus tersebut. Respon sepenuhnya berada dalam kontrol diri sendiri karena saya yang harus menentukannya sendiri.

I have freedom and power to choose my respond. Itu kekuatan yang diberikan Tuhan kepada setiap individu. It is given. Oleh karena itu, saya berusaha memanfaatkan pemberian itu untuk kemaslahatan diri sendiri, orang lain, dan alam.

[O] adalah outcome (hasil) dari respon saya terhadap stimulus atau peristiwa yang terjadi. Saya juga mengartikan outcome sebagai nasib.  

Oleh karena itu, untuk memperbaiki nasib, yah dengan cara saya memperbaiki respon terhadap segala peristiwa yang terjadi kepada diri saya.

Tuhan telah memberi saya akal dan budi untuk merespon atau melakukan sesuatu untuk memperbaiki nasib. 

Oleh karena itu, saya mencoba pikirkan dalam-dalam, pertimbangkan masak-masak, sebelum merespon wabah ini.

Sejak diterbitkannya berbagai maklumat, mulai dari presiden, gubernur, hingga rektor untuk tidak masuk kerja dan kuliah, serta menunda berbagai kegiatan kemahasiswaan.

Saya merespon wabah ini dengan cara memutuskan untuk pulang ke Maros dan tinggal di rumah. 

Serta mengurangi interaksi secara langsung dengan orang lain.

Dengan berdiam diri di rumah, ternyata banyak hal positif yang bisa saya lakukan dan dapatkan.

Saya bisa menikmati masa kebersamaan dengan keluarga yang selama ini sangat jarang saya rasakan. 

Bagaimana tidak, empat tahun lebih di Makassar, saya sangat jarang berkumpul bersama keluarga karena banyaknya aktivitas di kampus, organisasi, dan sebagainya.

Dalam setahun, mungkin hanya perayaan idul fitri dan idul adha momen yang paling banyak waktu kebersamaan dengan keluarga yang saya rasakan. 

Itupun, paling lama satu minggu. setelah itu, kembali lagi ke Makassar menjalankan rutinitas yang tidak ada habisnya dan kadang tidak mengenal waktu. Rutinitas dari pagi sampai malam, dan malam sampai pagi.

Selain berkumpul bersama keluarga, dengan berdiam diri di rumah saya memanfaatkan untuk ikut kelas Tempo Institute yang bisa diikuti secara gratis. Dalam dua hari saya bisa menyelesaikan empat kelas.

Membaca buku juga merupakan keinginan besar saya selama ini, tetapi sangat jarang saya kerjakan. 

Mungkin pengaruh teman, handphone, dan agenda-agenda lain sehingga membuat saya malas membaca buku. Dengan tinggal di rumah, saya bisa membaca beberapa buku.

Hal positif tinggal di rumah, saya juga lebih sering mengingat kematian, evaluasi diri, dan merenung akan kekuasan Allah. Selama ini, waktu untuk merenung dan evaluasi diri sangat jarang saya lakukan.

Terakhir, dengan berdiam diri di rumah, saya juga memiliki banyak waktu untuk menulis untuk mengisi blog saya ini. 

Sebelumnya saya juga telah menulis tentang virus corona dengan judul “Jangan Khawatir, Semua Pasti Berlalu”. 

Tetapi seiring bergantinya waktu dan saya membaca ulang, masih banyak kekeliruan dalam narasinya. Sehingga saya kembali menulis dengan judul dan ulasan yang sedikit berbeda.

Jika di tulisan saya sebelumnya, sepertinya masih ada sikap masa bodoh. Respon yang saya lakukan belum saya pikirkan dengan matang. 

Setelah kembali mengevaluasi diri, dan berdisuki lebih banyak tentang materi-materi Peace Leadership Class, membuat saya sedikit lebih awareness.

Saya baru sadar setelah mendapat pencerahan dari Kak Therry, Direktur KITA Bhinneka Tunggal Ika yang mengatakan bahwa dalam ketetapan Tuhan itu, kita diberikan free will untuk memilih dan menentukan nasib kita. 

Memang ketetapan Tuhan sudah ada, tetapi itu tidak serta merta membuat kita pasrah dengan segala yang terjadi.

Seperti yang saya jelaskan di awal bahwa kita harus meresponnya dengan menggunakan rumus [E+R=O]. 

Setiap peristiwa yang terjadi harus direspon dengan sebaik mungkin. Karena saya menyadari bahwa saya hanya bisa melakukan yang terbaik now and here.

Saya tidak bisa mengulang masa lalu dan melakukan yang terbaik di masa lalu. Begitupun di masa yang akan datang. 

Saya tidak bisa memikirkan dan menentukan bahwa di masa yang akan datang saya bisa melakukan yang terbaik. Karena saya tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Saya hanya bisa merencanakan, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Jika saya sudah melakukan yang terbaik, saya lalu serahkan semua kepada Tuhan. 

Insya Allah, saya akan mendapatkan outcome atau nasib yang baik di masa yang akan datang. Dalam tulisan ini, tentu kemungkinan masih banyak kekeliruan dalam narasinya.

Saya sengaja menulis setiap refleksi dalam hidup, supaya ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan saat ini bisa saya ikat melalui tulisan serta bisa saya baca secara berulang dan kembali jadi bahan refleksi di masa yang akan datang.

Selain itu, saya juga berusaha belajar memperbaiki tulisan utamanya tata bahasa dan typo yang sering sekali terjadi. 

Dan saya sadar, bahwa tidak harus hebat untuk memulai menulis, tetapi memulailah untuk menjadi penulis hebat.

Terima kasih telah membaca sampai akhir. Semoga pesan dari tulisan ini bermanfaat. Jika ada pendapat yang berbeda, silakan berbagi di kolom komentar di bawah.(*)

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url