Buah Jeruk di Pekarangan Rumah

Buah jeruk
Buah jeruk.

TANAH di pekarangan rumah sudah tidak berdebu seperti biasanya. Baru saja hujan ringan turun membasuh tanaman dan tanah kering akibat terik yang makin hari makin panas.

Di depan rumah ada banyak sayur-mayur tumbuh dengan subur. Di samping juga ada beberapa pohon jeruk. Buahnya hampir serimbun daunnya.

Sore hari, anak-anak asik bermain bola. Hingga magrib tak terasa. Begitu seru.

Meski hanya bermain enam orang –tiga lawan tiga-, tanpa wasit, aturan, dan penjaga gawang. Semua saling menyerang. Hanya sendal yang jadi tanda gawang dengan lebar dua langkah kaki.

Saya hanya mengamati mereka bermain. Rasanya juga ingin ikut, tapi...ah sudah itu. Umur saya jauh di atas mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Kalaupun saya ikut, paling jadi wasit, atau anak bawang yang tugasnya membantu tim yang kewalahan.

Tiba-tiba buah jeruk jatuh. Hampir saja mengenai salah satu dari anak-anak. Mereka kaget sejenak, lalu tertawa.

“Bummmm.....”

“iiiii’ihhh hampirrrr...”

Anak-anak bermain bola
Anak-anak bermain bola.

Buah jeruk yang jatuh itu belum tua. Kulitnya masih berwarna hijau. Entah karena angin yang meniupnya, sehingga jatuh, ataukah memang sudah waktunya.

Dalam hati saya bertanya, kenapa yah bisa buah ini yang masih mudah jatuh. Padahal kalau ditiup angin, atau kalau pengaruh matang, masih ada buah yang lebih kuning tapi tidak jatuh.

Saya tahu, pasti karena sudah takdirnya. Bukankah semua yang terjadi di alam semesta ini sudah diatur sama Tuhan?

Tidak semua buah bisa melewati masa kecil, kecut, pahit, merasa terik matahari, diterpa hujan, sebelum akhirnya menjadi matang dan manis.

Ada yang masih berbentuk bunga kemudian gugur. Proses ini sedikit lebih nyaman karena tidak sempat merasakan terik matahari dan air hujan.

Ada yang belum matang, dan sudah jatuh. Seperti yang saya sebutkan di atas. Buah inilah yang sial, karena telah berjuang melalui pergantian cuaca, tetapi belum sempat dinikmati orang, sudah gugur.

Ada yang bisa sampai matang, dipetik orang, dan dinikmati manisnya. Buah ini yang paling beruntung. Tidak sia-sia berjuang melalui beberapa proses. Setidaknya bermanfaat bagi orang banyak.

Melihat jeruk
Melihat jeruk.

Yang tersial adalah buah yang sudah matang, tetapi tak kunjung dipetik orang. Sudah berjuang melalui semua proses, tetapi malah membusuk.

Saya kemudian merefleksikan dalam kehidupan. Manusia juga seperti itu. Ada yang belum sempat melihat dunia, ada yang mati di usia yang sangat muda. 

Ada yang di usia mapan, memanfaatkan potensi yang dia miliki untuk membantu orang lain. Dan ada juga yang memiliki umur panjang, tetapi tidak pernah membantu orang lain. Orang seperti ini hanya menyebar bau busuk ke lingkungannya seperti buah jeruk yang busuk.

signature
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url